Chapter 8: Panik
"Aku pulang.. Tidak baik berlama-lama di rumah perempuan, apalagi di kamar.." Ardi berdiri.
"Kita ke Inggris sama-sama, bang.." ucap Trisya. "Anggap saja kita menuntut ilmu bersama."
"Tidak sanggup, biayanya mahal."
"Singapore saja.."
"Istirahatlah.. Makin malam kau makin error," Ardi segera keluar.
"Aku pulang, Sha.."
"Terimakasih, bang.."
"Jaga dia jangan sampai keluar rumah lagi."
Kalisha tersenyum.
"Abang bisa merasakan bagaimana capeknya mengikuti mood kakak, kan? Percayalah.. Bapak adalah satu-satunya orang paling sabar menghadapi tingkah lakunya."
"Jika bapak tidak ada, kita habis dikerjainya," gerutu Ardi.
"Hati-hati, bang.." Kalisha tersenyum.
Ardi segera meninggalkan tempat itu.
Kalisha masuk dan menutup pintu.
"Kakak?" sapa Kalisha saat melihat Trisya sudah berganti pakaian. "Mau kemana?"
"Aku bosan.. Mau jalan-jalan "
"Sudah malam kak.."
"Baru jam 11.30," jawab Trisya.
"Kak.. Nanti kami yang dimarahi bapak."
"Suruh dia memarahiku langsung!" Trisya segera keluar.
Sebuah taxi sudah menunggunya di depan.
"Kak..!" panggil Kalisha. "Saya telpon bapak?"
"Telpon saja! Bilang.. Aku sudah bosan menunggu dia!" Trisya masuk ke dalam taxi online itu dan segera berlalu.
"Ah! Lama-lama aku gila beneran akibat ulah dia!" gerutu Kalisha.
***
Trisya duduk di taman memandangi bintang yang bertabur di langit.
Sudah hampir jam 12 malam. Satu persatu orang yang berada di taman itu mulai meninggalkan tempat itu.
"Kau kenapa?"
Trisya menoleh.
"Robby.."
Robby duduk di samping Trisya.
"Kau kenapa kesini?" tanya Robby.
"Kau chat dan bilang sedang duduk sendirian disini."
"Aku hanya ingin test siapa yang paling peduli padaku."
"Dan ternyata orang yang paling peduli itu adalah aku? Kau menyesal?"
"Menyesal tidak ada dalam kamusku!"
"Kau itu luar biasa. Kau tahu apa yang kau pilih itu salah, tapi kau tetap memilihnya!"
"Kau datang hanya untuk menceramahiku?"
"Tidak.."
"Calon istrimu pasti tidak tahu kau keluar menemuiku?"
"Calon istri?"
"Ada yang bilang padaku, katanya kau akan menikah."
"Oh.."
"Kau bisa-bisanya mengajakku pergi padahal kau sudah punya calon istri. Dasar pria serakah."
"Belum jadi calon istri, baru 2 bulan menjadi pacarku."
"Kau ini.. belum 2 bulan sudah berbohong padanya."
"Jangan sok bijak, kalau kau penyebab kebohongan itu.."
"Aku memintamu, papa dan bang Ardi kesini.. tapi hanya kau yang datang. Aku sekarang percaya, kau memang menyintaiku."
"Tidak lagi."
"Aku tidak yakin.. Kau masih mencintaiku kan?"
"Sudahlah.. Aku kesini karena prihatin padamu. Kau bilang kau hamilkan?"
"Ya.."
"Jujur sekali."
"Berbohong juga tidak ada gunanya kan?"
"Bang Richard sudah tahu?"
"Tentu saja."
"Dan kau tetap hanya menjadi simpanannya selamanya? Kau sungguh gila. Anakmu dan anak mama kamu punya ayah yang sama."
"Kenapa?"
"Kau bodoh sekali!"
"Biar saja!"
"Aku tidak percaya kau tidak panik."
"Tidak ada yang memintamu percaya padaku."
"Sudah berapa bulan?"
"Sebentar lagi mungkin akan memasuki 2 bulan."
"Kenapa tidak bilang padaku?"
"Untuk apa? Kau kan sedang menyiapkan proses pernikahanmu."
"Tapi aku belum menikah!"
"Dan kau akan meninggalkan Lizzie demi aku? Aku tak sejahat itu, Rob.."
"Tapi kau merebut suami ibumu, apa itu tidak jahat?"
"Terserah aku!"
Robby menghela nafas.
"Kau tidak pulang?" tanya Trisya. "Nanti calon istrimu mencari."
"Kau sendiri kenapa masih disini? Ini sudah malam."
"Sesuka aku!"
"Menunggu Ardi?"
"Kenapa?"
"Ku dengar kau menggodanya."
"Bukan urusanmu."
"kau mau berlindung padanya tentang kehamilanmu?"
"Tidak usah ikut campur."
"Jangan jahat jadi orang."
"Orang lain boleh menjahatiku??"
"Bicara denganmu memang payah! Sudah, kalau tidak mau pulang, aku tinggal."
"Ok."
"Bye.." Robby melambaikan tangan.
"Hati-hati."
Robby berbalik.
"Kau sudah gila? Sudah malam masih disini?"
"Apa yang kutakutkan?"
"Ayo pulang.." Robby menarik tangan Trisya.
"Tidak mau!"
"Kau cari mati??"
"Iya!"
Robby menatap Trisya.
"Kupikir kau setia! Ternyata tidak, kau tak bisa menungguku!"
"Kau yang memaksaku untuk berhenti mencintaimu! Kau tiba-tiba meninggalkan aku! Kau bilang kau jatuh cinta pada ayahmu dan memintaku pergi!"
"Kenapa kau melakukannya? Secinta itu kah kau padaku sehingga mengikuti apa yang kukatakan?"
"Lalu bagaimana?"
"Cintakah namanya jika tak mau bertahan untuk menunggu? Padahal tinggal sedikit lagi.. Tinggal sedikit lagi pembalasanku akan masa laluku! Membalas mama! Tapi kau tak sabar!"
"Kau bilang kau hanya mencintai ayahmu!"
"Kan sudah kubilang! Aku mencintaimu dengan caraku sendiri! Kau tidak paham! Ku suruh menikah kau malah benar-benar ingin menikah!"
"Siapa yang paham jika suasana hatimu selalu berubah??"
Robby terdiam. Teringat akan peristiwa malam dimana Trisya memutuskan cintanya pada Robby.
"Aku mencintaimu dengan caraku.. Cukup lihat dan tunggu saja aku. Setelah semua selesai.. Aku akan mengikuti kemana kau pergi," begitu malam itu Trisya berjanji.
Robby memandang Trisya.
"Tapi.."
"Kau yang bodoh!" Trisya berjalan.
Robby menarik tangan Trisya.
"Kenapa selalu melemparkan masalah yang tak bisa aku pahami?"
"Ternyata lelaki semua sama saja. Sikap kalian padaku tak satupun ada yang benar. Mengaku mencintai, tapi kenyataannya hanya dimulut. Buat kalian sepertinya aku ini seperti bola yang dilempar kesana sini."
"Kau sendiri tak jelas menunjuk siapa yang kau cintai!"
Trisya melepaskan pegangan Robby.
"Masa kau tidak bisa merasakan cinta yang sebenarnya??"
Robby menarik Trisya ke dalam pelukannya.
"Lepaskan aku! Sudah menjadi calon suami orang masih berani memeluk perempuan lain!"
"Bukannya yang kau suka adalah suami orang? Karena itu aku akan menikah agar kau tertarik padaku dan menjadi milikku!"
"Kau gila!!"
"Balas dendammu sudah selesaikan?" Robby memeluk erat tubuh Trisya.
Trisya tak menjawab.
"Atau aku masih harus menunggu lagi?" tanya Robby.
Trisya menatap mata Robby.
"Bisakah semuanya ditutup hari ini, disini.. Jangan ada lagi. Buka saja lembaran baru."
"Lembarannya masih sama.."
"Halaman yang sama tapi dibaca di tempat yang berbeda".
"Maksudmu?"
Robby melepaskan pelukannya.
"Kita pergi saja yang jauh.. meninggalkan semuanya."
"Kemana?"
"Di tempat yang hanya ada aku, kamu, dan anak itu.."
"Trisya.." sebuah panggilan membuat Trisya dan Robby menoleh.
Ardi berdiri memandangi mereka.
"Bang Ardi, ku kira kau tidak akan kesini.."
Ardi menghampiri dan menarik lengan kanan Trisya.
"Ayo pulang!"
"Trisya..!" Robby menarik lengan kiri. "Sekarang atau tidak!"
"Rob, jangan aneh- aneh. Kau sudah punya calon istri!" Ardi mengingatkan. "Janjimu pada Lizzie!"
"Aku juga punya janji pada Trisya," ucap Robby.
"Lepaskan dia!"
"Kau siapa? Tidak ada urusannya denganmu!"
"Trisya, jangan menambah masalah lagi! Ayo pulang!"
"Tidak mau! Dia mau menikahiku! Kenapa tidak jika aku pergi saja dengannya!"
"Kau harusnya menikah dengannya sebelum dia mengikat janji dengan wanita lain! Tapi kau memilih pak Richard!"
"Aku juga berhak bahagia! Anakku juga punya hak untuk sebuah pengakuan!!"
"Aku yang akan menikahimu! Bukan dia!" tegas Ardi.
"Ardi, tidak usah melibatkan diri dalam masalah ini!" tegur Robby. "Ini masalah kami!"
"Kalian sudah selesai saat kamu memutuskan untuk mengikat janji pada Lizzie! Jangan membuat hal gila, Rob! Renungi kesalahan yang hampir kau buat! Hubunganmu dengan Trisya juga sudah lama bubarkan?
Robby terdiam.
"Ayo.." Ardi menarik Trisya agar mengikutinya.
Ia mendorong Trisya masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya, lalu menyusul masuk ke dalam mobil, bergerak meninggalkan tempat itu.
"Kenapa suka sekali melakukan hal bodoh?" tanya Ardi. "Aku tidak bilang orang akan memanfaatkanmu! Tapi berhentilah berbuat sesukamu! Berbuat kebodohan yang menghancurkan hidupmu!"
"Kau kenapa bisanya hanya marah?"
"Kau memang perlu dimarahi agar kau sadar apa yang kau lakukan itu menghancurkanmu sendiri!"
"Kau tidak mengerti betapa paniknya aku! Anak itu tidak punya kejelasan! Aku tak boleh menyingkirkannya tapi aku juga tak bisa bangga dengan kehadirannya!"
"Salah siapa? Kau sendiri yang mencari masalah! Kau tak berpikir ketika memutuskan menjadi simpanan ayah tirimu? Mau bagaimana pun usahamu untuk berusaha agar tidak hamil, yang namanya sudah melakukan apa lagi dasar suka sama suka, jika Tuhan berkehendak.. mau kau telan 1000 pil anti hamil pun, kau tetap akan hamil!"