Chapter 3: Bab 3
Di kediaman keluarga Aoi yang megah, suasana mencekam menyelimuti ruang keluarga. Nana, dengan wajah pucat dan tubuh gemetar, menceritakan detail penculikan yang dialaminya pada Ichiko dan Emi. Ia menjelaskan bagaimana para penculik menyergapnya, mengikatnya, dan membawanya ke gedung tua yang terbengkalai. Ia juga menceritakan tentang Yuki, pemuda misterius yang muncul tiba-tiba dan menyelamatkannya dari para penculik.
Ichiko mendengarkan dengan hati berdebar-debar, wajahnya tegang. Ia memeluk Nana erat, bersyukur putrinya selamat dari bahaya. Namun, di balik rasa syukur itu, ada kecemasan dan kemarahan yang mendalam. Siapa yang berani menculik putrinya? Apa motif mereka?
"Nana, syukurlah kau selamat," ucap Ichiko dengan suara bergetar. "Ayah berjanji akan menemukan siapa yang melakukan ini padamu."
Emi mengusap air mata Nana dengan lembut. "Sayang, mulai hari ini kau akan selalu dijaga. Ayah akan menyewa pengawal untukmu."
Keluarga Aoi memang bukan keluarga biasa. Mereka adalah salah satu keluarga terkaya dan berpengaruh di Hokkaido. Ichiko Aoi, selain memiliki perusahaan perikanan yang sukses, juga memiliki perusahaan pelayaran yang menguasai jalur perdagangan di wilayah itu. Kekayaan dan kekuasaan mereka membuat mereka memiliki banyak saingan dan musuh. Ichiko khawatir penculikan Nana adalah upaya untuk menyerang atau memerasnya.
Sementara itu, di kediamannya yang sederhana, Yuki segera menghubungi Tuan Haru lewat telepon. Ia menceritakan semua yang terjadi, mulai dari melihat Nana dijemput oleh mobil misterius hingga berhasil menyelamatkan Nana dari para penculik.
Tuan Haru mendengarkan dengan seksama, wajahnya mengeras. Ia tidak bisa tinggal diam mengetahui cucunya dalam bahaya. Ia segera mengerahkan jaringannya di Jepang untuk menyelidiki kasus penculikan itu.
Tidak butuh waktu lama, Tuan Haru mendapatkan informasi penting. Para penculik itu adalah anggota sebuah geng yang cukup berpengaruh di Jepang. Dan yang lebih mengejutkan, Tuan Haru berhasil meretas percakapan antara para penculik dengan orang yang menyuruh mereka. Dalam percakapan itu, terselip sebuah nama yang sangat familiar: Tuan Hibiki.
Tuan Haru tertegun. Hibiki Aoi, adik Ichiko. Ia teringat pada tatapan penuh kebencian Hibiki saat pertemuan mereka bertahun-tahun yang lalu. Mungkinkah Hibiki adalah dalang di balik penculikan Nana?
Meskipun belum ada bukti kuat yang mengarah pada Hibiki, Tuan Haru tidak bisa mengabaikan kemungkinan itu. Ia segera menghubungi Yuki dan memberitahukan kecurigaannya.
"Yuki, berhati-hatilah pada Hibiki Aoi," pesan Tuan Haru dengan serius. "Kakek curiga dia terlibat dalam penculikan Nana. Jaga jarak dengannya dan jangan biarkan dia tahu identitasmu."
Yuki mendengarkan dengan seksama, hatinya dipenuhi kekhawatiran. Ia tidak menyangka bahwa orang yang dicurigai adalah paman dari gadis yang ia selamatkan. Ini membuat misinya semakin rumit dan berbahaya.
"Aku mengerti, Kakek," jawab Yuki dengan tegas. "Aku akan mewaspadai Hibiki Aoi."
Yuki kini tidak hanya harus mengungkap misteri kecelakaan ayahnya, tetapi juga harus melindungi Nana dari ancaman Hibiki. Ia bertekad untuk mencari kebenaran dan keadilan, meskipun harus menghadapi bahaya yang mengancam.
Pagi itu, Yuki berjalan kaki menuju sekolahnya. Saat melewati gerbang sekolah Nana, ia melihat sebuah mobil mewah berhenti di depan gerbang. Dua orang berbadan tegap berpakaian hitam keluar dari mobil, membuka pintu belakang, dan Nana muncul dengan wajah sedikit tegang.
Yuki mengamati dari kejauhan, ia melihat Nana diantar masuk ke sekolah oleh kedua pengawal itu. Yuki tersenyum kecil. Ia merasa lega mengetahui Nana kini mendapatkan perlindungan ekstra. Namun, ia tidak akan lengah. Ia akan tetap mengawasi Nana diam-diam, memastikan gadis itu aman dari ancaman apapun.
Di dalam kelas, Nana tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran. Bayangan Yuki terus muncul di benaknya. Wajah tenang, gerakan lincah, dan kata-kata penuh perhatian yang diucapkan Yuki saat menyelamatkannya kemarin membuat jantungnya berdebar-debar. Ia memegang liontin berbentuk separuh hati yang diberikan Yuki, merasakan hangat di dadanya. Ia berharap bisa bertemu Yuki lagi.
Sementara itu, di sebuah sudut kota Hokkaido, Hibiki Aoi mengepalkan tangannya dengan geram. Rencananya untuk menculik Nana telah gagal. Dan kini, Nana dijaga ketat oleh para pengawal, membuatnya semakin sulit untuk menyingkirkan gadis itu.
Hibiki memang berniat membunuh Nana. Ia ingin putranya, yang hanya berselisih satu tahun dengan Nana, yang akan mewarisi kekuasaan dan kekayaan keluarga Aoi. Meskipun Nana memiliki adik perempuan bernama Akari, usianya masih balita. Hibiki berpikir jika Nana tersingkir, putranya akan menjadi satu-satunya calon pewaris.
"Sial!" umpat Hibiki. "Aku tidak akan menyerah. Aku akan menemukan cara lain untuk menyingkirkan Nana dan menguasai Aoi Corp."
Ia merencanakan strategi baru yang lebih licik dan berbahaya. Ia tidak akan membiarkan siapapun menghalangi ambisinya, bahkan jika itu keponakannya sendiri.
Waktu berlalu, tahun demi tahun terlewati. Yuki kini telah menjelma menjadi pemuda yang tampan dan berwibawa. Ia telah menyelesaikan pendidikan SMA-nya dengan nilai yang memuaskan, sementara Nana masih duduk di bangku kelas 2 SMA. Selama ini, Yuki tetap setia mengawasi Nana dari kejauhan, melindungi gadis itu tanpa sepengetahuannya.
Di tengah kesibukannya mempersiapkan diri untuk kuliah, Yuki dilanda kebimbangan. Haruskah ia tetap tinggal di Hokkaido atau melanjutkan studinya di Tokyo? Di satu sisi, ia ingin tetap dekat dengan Nana dan melindunginya. Di sisi lain, ia ingin mengembangkan ilmu dan kemampuannya di kota besar seperti Tokyo.
Namun, takdir sepertinya telah mengambil keputusan untuknya. Tuan Ichiko Aoi, dengan ambisinya yang tinggi, ingin putrinya mendapatkan pendidikan terbaik. Ia memutuskan untuk memindahkan Nana ke Tokyo agar bisa bersekolah di salah satu SMA ternama di sana.
"Nana, Ayah ingin kau mendapatkan kesempatan yang lebih baik," kata Ichiko pada putrinya. "Sekolah di Tokyo akan membuka pintu untuk masa depanmu."
Nana sedikit kecewa harus meninggalkan Hokkaido dan teman-temannya. Namun, ia mengerti keinginan ayahnya dan bertekad untuk memanfaatkan kesempatan ini dengan baik.
Ichiko tidak mengirim Nana sendirian ke Tokyo. Ia menitipkan Nana pada Ryuu Aoi, putra dari mendiang Ryuuji Aoi. Ryuu adalah sepupu Nana yang setahun lebih tua darinya. Ryuuji, adik dari Ichiko dan Hibiki, telah meninggal beberapa tahun silam dalam sebuah kecelakaan. Setelah kepergian ayahnya, Ryuu dibesarkan oleh kakeknya, Taro Aoi. Taro Aoi telah melatih Ryuu dalam seni Tao sejak kecil, sehingga Ryuu memiliki kemampuan bela diri yang cukup tinggi.
"Ryuu, paman percaya padamu," kata Ichiko pada Ryuu. "Tolong jaga Nana baik-baik di Tokyo."
Ryuu mengangguk dengan serius. "Aku akan melindungi Nana, Paman."
Kabar keputusan Ichiko untuk memindahkan Nana ke Tokyo sampai ke telinga Yuki. Ia tersenyum lebar. Ini adalah kesempatan baginya untuk lebih dekat dengan Nana dan melanjutkan misinya untuk mengungkap kebenaran tentang kecelakaan ayahnya. Ia segera memutuskan untuk kuliah di Tokyo juga.
"Kakek, aku akan ke Tokyo," kata Yuki pada Tuan Haru lewat telepon. "Nana akan pindah ke sana. Aku akan menjaganya."
Tuan Haru, yang masih berada di Amerika, mendukung keputusan Yuki. Ia percaya Yuki akan bisa menjaga dirinya sendiri dan melindungi Nana. Ia juga berharap Yuki bisa menemukan kebahagiaan dan cinta sejatinya di Tokyo.
Dengan semangat yang membara, Yuki mempersiapkan diri untuk kepergiannya ke Tokyo. Ia akan memulai babak baru dalam hidupnya, babak yang penuh tantangan, misteri, dan cinta.