Chapter 11: Fix You
"Dunia tidak akan kiamat hanya karena satu kesalahan yang kau lakukan malam ini." bisik Trisya di telinga Ardi.
Ardi menatap Trisya, wajah mereka begitu dekat, ia merengkuh pinggang Trisya, dielusnya pipi Trisya dengan lembut sebelum akhirnya ia mendaratkan ciuman di bibir wanita itu. Trisya pun terlihat tak menolak, ia justru membalas ciuman Ardi. Membuat lelaki itu semakin berani dan mulai merebahkan tubuh Trisya ke tempat tidur sembari terus melumat bibirnya. Tidak ada perlawanan dari Trisya, ia bahkan seperti menikmati saat Ardi mulai berani menciumi setiap jengkal tubuhnya dan melucuti satu persatu pakaian yang ia kenakan. Hanya terdengar rintihan dan lenguhan dari mulut Trisya saat tubuh mereka menyatu di atas ranjang itu.
Ardi memandang Trisya. Wajah wanita itu terlihat merah.
"Jahat sekali kau Bang!" ucap Trisya.
"Aku tahu aku salah. Aku tergoda oleh sentuhanmu. Aku bukannya menolak justru memanfaatkan situasi. Aku tahu kamu saat itu sedang frustasi, sedang dalam tekanan. Tidak tahu siapa yang sedang kamu pikirkan, tapi aku mengikutinya. Dalam pikiranku, tidak ada yang tahu apa yang kita lakukan malam itu, bahkan kau sendiri tidak sadar dengan siapa kau melakukannya. Setan berbisik di telingaku.. Tidak perlu khawatir, perempuan yang aku tiduri itu adalah perempuan yang punya banyak masalah dengan banyak lelaki. Ia bahkan adalah wanita simpanan ayah tirinya."
Trisya menampar wajah Ardi.
"Aku memang bukan perempuan baik! Tapi aku tidak menyerahkan diri pada semua lelaki! Kau bahkan bisa pergi begitu saja tanpa jejak setelah apa yang kau lakukan padaku?"
"Sebenarnya.."
"Kau sungguh pengecut! Kau bahkan bisa bertindak seperti tidak pernah terjadi apa-apa! Sungguh aku kecewa padamu! Aku pikir kau adalah pria baik yang melindungi dan menghargai wanita!" jerit Trisya.
"Trisya," panggil Ardi sambil cepat mengunci pintu mobil saat melihat Trisya akan keluar.
"Buka pintunya!" teriak Trisya.
"Aku minta maaf.."
Trisya menutup wajahnya dan tangisannya pun pecah.
""Sya.." panggil Ardi beberapa saat setelah tak terdengar lagi tangisan Trisya.
Ia meraih bahu Trisya, menarik tubuhnya ke dalam pelukan.
"Aku minta maaf.. Izinkan aku menebus kesalahanku."
"Aku pikir kau orang baik bang! Ternyata selain bajingan kau juga pengecut!!"
"Kita menikah?"
"LEPASKAN AKU!" teriak Trisya.
"Jangan berteriak!"
"Biar saja! Biar didengar orang dan kau ditangkap! Lepaskan tanganku!"
Ardi kembali mendaratkan ciuman di bibir Trisya agar perempuan itu tak bisa melanjutkan amarahnya.
"Mmm.." Trisya meronta sambil memukul punggung Ardi, namun lelaki itu tak mau melepaskannya.
"Kau memang bajingan!" maki Trisya usai Ardi melepaskan pagutan di bibirnya.
"Izinkan aku bertanggungjawab atas apa yang sudah aku lakukan.."
"TIDAK! Ini anak papa!"
"Dia anakku Trisya! Kamu pikir kenapa aku mau mengambil resiko menikahimu jika itu bukan darah dagingku? Saat kau menunjukkan hasil test pack padaku, aku mulai resah. Antara ingin diam dan membiarkan saja.. Atau bertanggungjawab atas perbuatan jahat yang kulakukan padamu."
"Aku tidak mau menikah denganmu!"
"Lalu kamu mau bertahan berapa lama di pelukan pak Richard? Mau sampai kapan kamu dijadikan tempat persinggahannya?"
"Aku tak peduli! Aku mencintai dia!"
"Berhentilah jadi orang bodoh! Untuk apa kau sekolah setinggi langit tapi masih bisa dibodohi!!"
Trisya terdiam sesaat.
"Sudahlah! Memang tidak satupun di antara kalian yang benar! Jangan khawatir, aku tidak akan bicara pada papa masalah ini, karena jika dia tahu, dia bisa membunuhmu!" Ucap Trisya.
***
Pagi itu
"Dika.." panggil Trisya.
"Kak Trisya"
"Papa ada di ruangan?" tanya Trisya.
"Ada.. tapi sedang ramai kak di dalam. Cuma ngobrol aja sih, tapi.."
"Boleh masuk sebentar kan?"
"Sebentar saya kasih tahu bapak.."
Trisya tak menunggu Dika selesai bicara, ia langsung menerobos masuk ke ruangan itu.
"Aduh, kak.." Dika langsung menyusul.
"Trisya? Ada apa?" tanya Richard saat pintu ruangan itu terbuka.
Trisya memandang Richard. Di sana terlihat ada 4 rekan Richard yang duduk bersamanya.
"Papa.." Trisya diam sejenak. "Papa kenapa menolak bang Ardi mau melamarku?"
Richard memandang 3 rekannya sesaat.
"Kamu kan mau berangkat ke Inggris untuk study?"
"Iya.."
"Nanti saja dibicarakan setelah kamu menyelesaikan studi kamu."
"Terlalu lama! Nanti dia bosan menungguku dan memilih wanita lain!"
"Tidak dibahas disini, Nak. Ini kantor!"
"Aku Hamil!!" teriak Trisya. "Sudah bulan ke 2 kata dokter!"
Ucapan yang membuat semua yang di ruangan itu terkejut, terutama Richard.
Lelaki itu segera berdiri.
"Kenapa tidak membahas di rumah?" tanya Richard. "Nanti kita bicarakan.."
"Orang kampus bisa membicarakan aku kalau bang Ardi tidak segera menikahiku, Pa.. Perutku makin terlihat besar."
"Tidak disini bicaranya, Trisya! Tunggu di luar!" bentak Richard. "Jangan membuat Ardi dalam masalah!"
"Papa ini kenapa lebih membela orang lain dari pada anak sendiri?"
Trisya segera keluar dari ruangan itu dengan kesal.
"Trisya!!"
"Richard, sabar.. Jangan dimarahi. Dia pastinya panik".
"Maaf, pak.. tadi kakak langsung masuk," kata Dika.
"Ardi mana?" tanya Richard.
"Di bawah, pak.." jawab Dika.
"Nanti suruh temui saya."
"Siap, pak.." Dika menutup pintu.
Dika berjalan menuruni tangga, di depannya Trisya terlihat berwajah gusar.
Mereka berpapasan dengan Ardi yang sedang berbincang dengan Dela di depan pintu masuk.
"Trisya?" sapa Ardi.
Trisya tak menjawab.
Ardi memandang Trisya yang berjalan keluar tanpa menoleh.
"Dia.. tidak marah karena aku sedang bicara denganmu kan, bang? Ini kan masalah kerjaan.." Dela merasa tidak enak.
"Kurasa tidak.."
"Habis dimarahi bapak.." jelas Dika.
"Oya? Kenapa? Eh.. Aku kok kepo," Dela tertawa.
"Kau dipanggil pak Richard, Di.." kata Dika. "Kak Trisya baru saja mengadukanmu pada beliau.."
"Aku?"
"Katanya, dia.. " Dika tak melanjutkan ucapannya.
"Oh.. Aku ke ruangannya. Yuk, Dela.." pamit Ardi.
"Kenapa, bang?" tanya Dela.
"Tidak apa-apa."
"Ada apa, Dik?" tanya polisi yang duduk di ruangan itu. "Ardi buat masalah? Kenapa dia dilaporkan?"
"Tidak apa-apa.." Dika segera menyusul Ardi.
"Bagaimana kau bisa begitu tenang?" tanya Dika.
Ardi tak menjawab.
"Bukan kau yang menghamili kakak kan?" tanya Dika. "Aku tahu kalian belakangan ini sangat dekat. Tapi aku tahu kau bukan orang yang.."
"Hawa nafsu bisa menghampiri manusia manapun dan tidak pandang waktu.." Ardi berjalan mendahului Dika.
"Ardi," panggil Dika.
"Ada apa?"
"Kau jangan nekat. Jika kau terpaksa harus mengakui anak itu sebagai hasil perbuatanmu, kau bisa melaporkan. Jangan sampai karirmu terhambat akibat membela atasanmu," Dika mengingatkan.
"Tidak ada yang memaksaku. Aku justru melakukan hal yang benar. Tidak mungkin membiarkan Trisya harus menyingkir dari kota ini karena hasil perbuatanku.." ucap Ardi. "Pak Richard masih ada tamu?"
"Sudah keluar barusan.."
"Aku ke dalam.." Ardi segera berjalan ke ruangan Richard.
Mengetuk pintu, melangkah masuk dan segera menutupnya.
"Trisya melaporkanmu.." ucap Richard.
Ardi diam.
"Ini rencana kalian?" tanya Richard. "Kalian sudah gila?"
"Lebih baik melakukan hal gila dari pada hal jahat, Pak."
"Jahat?"
"Apa tidak jahat namanya pak? Membelenggu dia seperti itu?"
"Kamu tidak paham seperti apa dia.." ucap Richard.
"Dia sakit karena terus mendapat perlakuan tidak manusiawi.." ungkap Ardi.
Richard menghela nafas.
"Sudah berapa tahun kamu ikut dengan saya?"
"4 tahun pak."
"Masih belum paham dengan sifat saya?" tanya Richard. "Saya tahu apa yang harus dilakukan untuk menghadapi Trisya."
"Saya minta maaf sudah membuat Trisya hamil.." ucap Ardi.
"Apa??"
"Mohon maaf, pak.. Atas ketidaksopanan saya yang tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh Trisya."
"Maksudmu.."
"Saya sudah melakukan perbuatan tercela pada Trisya saat ia sedang mabuk. Dan saya lari dari tanggungjawab saat itu. Karena dalam pikiran saya, tidak perlu bertanggungjawab. Bukankah Trisya adalah perempuan yang punya skandal dengan bapak. Jika dia hamilpun, di otak saya pastinya bapaklah yang akan diminta pertanggungjawaban."
"Astaga.."
"Tapi.. Menemani Trisya menjalani hari hari yang penuh kebingungan karena berpikir kalau itu adalah anak yang tak bisa ditunjukkan ke publik sebagai anak kandungnya bapak membuat saya merasa betapa pengecutnya saya membiarkan Trisya sendirian menanggung hasil perbuatan saya."